CeritaLegenda Kawah Sikidang, Jawa Tengah Saturday, June 22, 2019 Jawa Tengah Edit. Ada sebuah Kawah Sikidang. Dalam bahasa jawa, Kidang berarti Kijang. Masyarakat juga mempercayai bahwa penduduk di sekitar Dieng yg berambut gimbal, merupakan keturunan Putri Shinta Dewi. Referensi:
5Kawah Sikidang yang dari dulu hingga sekarang masih tetap melekat dan menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Dengan beberapa keterangan di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul "Legenda Kawah Sikidang dan Fungsinya bagi Masyarakat di Dataran Tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo: Tinjauan Resepsi Sastra."
27Jan 2013 - Terjadinya kawah Sikidang,menurut legenda yang hidup ditengah masyarakat berkepala kijang (bahasa jawa: Kidang) bernama Raja Kidang Garungan. Lava di dalam kawah ini sangat panas,mendidih dan bergejolak Wonderful Indonesia - Sumur Jalatunda: Sumur Tua Raksasa di
Sikidangadalah kawah di DTD yang paling populer dikunjungi wisatawan karena paling mudah dicapai. Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (kidang dalam bahasa Jawa).
Karenaletak kawah utama yang berpindah-pindah inilah kawasan ini diberi nama "sikidang", yang berasal dari "kidang" (kijang). Kawah utama yang berpindah-pindah disamakan dengan sifat kijang yang senang melompat ke sana-ke mari. Selain itu, ada sebuah legenda mengenai kawah ini. Pada masa lalu, di sekitar kawasan ini, hiduplah seorang
Diengadalah wilayah Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah, setidaknya begitu yang terekam dalam ingatan. Bahkan ingatan banyak orang. Dieng dikenal karena daerahnya yang dingin. Bahkan di masa seperti saat ini yakni di Agustus, suhu di sana bisa sampai minus 1 derajad celcius. Dieng juga terkenal sebagai tempat wisata.
. Di sejumlah desa di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, banyak anak asli Dieng yang memiliki rambut gembel atau gimbal. Oleh karena itu, anak-anak tersebut biasa dipanggil sebagai anak gembel. Rambut gimbal itu terjadi ketika mereka berumur 40 hari sampai sekitar enam tahun yang diawali dengan gejala demam yang sangat tinggi dan suka mengigau saat tidur. Uniknya, rambut gimbal itu baru boleh dipotong setelah adanya permintaan dari anak itu sendiri. *** Pada suatu masa dahulu kala, di Dataran Tinggi Dieng ada seorang putri cantik jelita nan rupawan bernama Shinta Dewi. Ia tinggal di sebuah istana megah yang dikelilingi taman bunga yang indah. Kecantikan Shinta Dewi mengundang decak kagum bagi setiap pangeran yang melihatnya. Banyak pangeran yang sudah melamarnya, namun tidak ada satu orang pun yang sanggup mendapatkannya karena Shinta Dewi meminta mas kawin yang jumlahnya sangat banyak. Suatu ketika, seorang pangeran yang kaya-raya bernama Kidang Garungan bermaksud melamar Shinta Dewi. Sang Pangeran merasa bahwa dengan harta kekayaannya, ia dapat memenuhi mas kawin yang diminta oleh sang Putri. Maka, ia pun mengutus beberapa orang pengawalnya untuk menyampaikan lamarannya kepada Shinta Dewi. “Sampaikan lamaranku kepada Putri Shinta Dewi,” titah Pangeran Kidang kepada para pengawalnya. “Katakan kepadanya bahwa aku sanggup memenuhi berapa pun mas kawin yang dia minta.” “Baik, Pangeran! Perintah Pangeran segera hamba laksanakan,” jawab salah seorang utusan seraya di kediaman Shinta Dewi, para utusan Pangeran Kidang Garungan segera menyampaikan lamaran tuan mereka mereka kepada sang Putri. “Ampun, Tuan Putri! Kami adalah utusan Pangeran Kidang Garungan. Kedatangan kami ke mari adalah untuk menyampaikan lamaran beliau kepada Tuan Putri,” kata salah seorang utusan. “Hai, utusan Pangeran Kidang! Berapa banyak mas kawin yang disanggupi tuan kalian untuk melamarku?” tanya Putri Shinta Dewi. “Ampun, Tuan Putri! Pangeran kami memiliki harta kekayaan yang melimpah. Berapa pun mas kawin yang Tuan Putri minta, pangeran kami bersedia memenuhinya,” jawab utusan itu. Mendengar keterangan itu, Putri Shinta Dewi terdiam sejenak sambil membayangkan wajah Pangeran Kidang Garungan. “Dia seorang pangeran yang kaya raya. Aku yakin, pastilah ia tampan dan gagah perkasa,” pikirnya Putri Shinta Dewi akhirnya menerima lamaran Pangeran Kidang Garungan. Sementara itu, para utusan segera kembali untuk menyampaikan berita gembira tersebut kepada sang Pangeran. Alangkah senangnya hati Pangeran Kidang Garungan mendengar berita tersebut. Ia pun segera memerintahkan para pejabat istana untuk mengadakan persiapan kunjungan ke istana Putri Shinta Dewi dalam rangka membahas rencana pernikahannya. “Wahai para pejabat istana, tolong siapkan segala sesuatunya, termasuk mas kawin yang diminta oleh Putri Shinta Dewi,” perintah Pangeran Kidang Garungan. “Besok pagi-pagi sekali, kita berangkat bersama-sama menuju ke istana sang Putri.” Mendengar perintah itu, para pejabat dan seluruh isi istana tampak sibuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ada yang sibuk menyiapkan mas kawin berupa emas, intan, dan berlian. Sebagian yang lain sibuk menyiapkan berbagai macam hadiah lainnya untuk sang Putri. Sementara itu, beberapa pengawal menyiapkan kuda yang akan dikendarai oleh Pangeran Kidang Garungan. Keesokan harinya, Pangeran Kidang Kidang Garungan bersama rombongannya pun berangkat ke istana Putri Shinta Dewi. Setiba di sana, mereka disambut meriah oleh sang Putri dengan aneka hiburan. Namun, ketika bertemu dengan Pangeran Kidang Garungan, sang Putri tersentak kaget karena sang Pangeran ternyata bukanlah pria tampan seperti yang ada dalam bayangannya. “Oh, Tuhan. Mampuslah aku,” ucap Putri Shinta Dewi, “Ternyata, pangeran itu bertubuh manusia tapi berkepala kidang [Kijang]!”Putri Shinta Dewi merasa amat kecewa. Namun, nasi telah menjadi bubur. Ia sudah terlanjur menerima lamaran Pangeran Kidang Garungan. Sang Putri sudah berusaha ingin menerimanya, tapi hatinya tetap menolak. Maka, ia pun berpikir keras untuk mencari jalan keluar agar pernikahannya dengan pangeran berwajah kijang itu batal. Sebelum pernikahan dilaksanakan, ia memberikan satu syarat yang amat berat kepada Pangeran Kidang Garungan. “Ketahuilah, Pangeran! Kami yang tinggal di daerah ini amat kesulitan mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari. Maka itu, Dinda ingin dibuatkan sebuah sumur yang besar dan dalam. Dinda tidak mau menikah dengan Kanda sebelum sumur itu selesai,“ pinta Putri Shinta Dewi, “Tapi, pembuatan sumur itu harus dikerjakan sendiri oleh Pangeran dalam waktu sehari.” Dengan syarat yang berat itu, Putri Shinta Dewi berpikir bahwa sang Pangeran tidak mungkin bisa memenuhinya sehingga mereka pun batal menikah. Namun, di luar dugaannya, ternyata Pangeran Kidang Garungan memiliki kesaktian yang tinggi. “Baiklah, Dinda. Kanda siap memenuhi syarat itu,” kata Pangeran Kidang Garungan. Pada hari itu juga, sang Pangeran membuat sumur di sebuah tempat sepi yang telah ditunjuk oleh sang Putri. Dengan kesaktiannya, ia menggali tanah itu dengan tangannya sedikit demi sedikit. Sesekali ia menggunakan tanduknya untuk menggali tanah yang keras. Ia bekerja dengan cepat dan tanpa mengenal lelah. Ketika sumur itu hampir selesai, sang Putri pun mulai panik. “Pangeran Kidang Gurangan ternyata sakti. Bagaimana jadinya jika ia benar- benar dapat menyelesaikan sumur itu?” gumam sang Putri, “Ah, tidak. Aku tidak mau menikah dengannya. Aku tidak akan membiarkan dia menyelesaikan sumur itu.” Putri Shinta Dewi pun segera memerintahkan para pengawal dan dayang-dayangnya untuk menimbun sumur itu. Pangeran Kidang Garungan yang berada di dalamnya tidak sadar jika dirinya telah ditipu. Ia baru menyadari hal itu setelah kerukan-kerukan tanah menimpa dirinya. Ia pun berteriak agar sang Putri berhenti menimbun dirinya di dalam sumur itu. “Putri, hentikan! Hentikan...!” teriaknya. Semakin keras sang Pangeran berteriak, semakin cepat pula para pengawal dan dayang-dayang itu menimbuninya. Ketika seluruh tubuhnya telah tertimbun tanah, pangeran itu segera mengerahkankesaktiannya agar bisa keluar. Tak ayal, sumur itu meledak sehingga tanah berhamburan keluar. Ketika ia ingin keluar, sumur itu terus ditumbuni. Akhirnya, Pangeran Kidang Garungan pun tewas tertimbun tanah di dalam sumur itu. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ia bersumpah bahwa seluruh keturunan Shinta Dewi akan berambut gembel. Sementara itu, sumur yang meledak itu lama-kelamaan menjadi kawah yang dan diberi nama Kawah Sikadang. *** Demikian LEGENDA KAWAH SIKIDANG dari Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Hingga kini, Kawah Sikidang masih aktif mengeluarkan uap panas yang mengandung belerang. Sementara itu, anak berambut gembel akibat kutukan Pangeran Kidang Garungan juga masih dapat kita temukan di daerah ini. Adapun pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa Putri Shinta Dewi menerima lamaran Pangeran Kidang Garungan bagai “membeli kucing dalam karung”. Akibatnya, timbullah penyesalan dan perasaan kecewa pada diri sang Putri sehingga mengakibatkan nyawa Pangeran Kidang Garungan melayang. Jadi, sebelum menerima lamaran seseorang sebaiknya kita teliti terlebih dahulu keturunan dan silsilah si pelamar, serta mengetahui atau melihat langsung bentuk fisiknya sehingga tidak menimbulkan rasa penyesalan di kemudian hari. Agatha Nicole Tjang – Ie Lien Tjang ©
0% found this document useful 0 votes43 views2 pagesDescriptionDieng adalah sebuah dataran tinggi di Jawa Tengah yang terdiri dari dua atau lebih gunung berapi. Dieng memiliki banyak kawah serta puncak-puncak kecil lainnya. Salah satu kawahnya bernama Kawah Sikidang. Kawah Sikidang terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah layaknya kijang dalam bahasa jawa, Kidang. Hal unik lainnya adalah, beberapa penduduk Dieng memiliki rambut gimbal. Konon mereka merupakan anak keturunan putri Shinta Dewi. Berikut ini cerita rakyat Jawa Tengah mengenCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsODT, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes43 views2 pagesLegenda Asal Mula Kawah Sikidang, Dieng, Jawa TengahDescriptionDieng adalah sebuah dataran tinggi di Jawa Tengah yang terdiri dari dua atau lebih gunung berapi. Dieng memiliki banyak kawah serta puncak-puncak kecil lainnya. Salah satu kawahnya bernama K…Full description
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sekitar jam saya sudah bergeser dari Batu Pandang Ratapan Angin, menuju Kawah Sikidang. Jaraknya tidak jauh, bahkan kepulan asap Kawah Sikidang tadi sempat nampak dari ketinggian Batu Pandang Ratapan Angin. Suasana hijau tetumbuhan sepanjang perjalanan menuju Kawah Sikidang, terasa memanjakan pandangan. Pun, juga bebukitan yang penuh dengan tanaman sayuran, dari kentang, tomat atau cabai. Bebukitan tersebut, dulu ditumbuhi tanaman pinus dan tanaman hutan lainnya, Baru beberapa tahun, mungkin dua puluh tahunan belakangan, sudah berubah, menjadi tanaman sayuran tadi. Untuk menuju Kawah Sikidang, tidak lebih dari 10 menit dari Batu Pandang Ratapan Angin. Sebelum tadi mobil berjalan, saya sempat mengambil gambar tanaman yang mirip pepaya, mungkin masih satu spesies. Tanaman tersebut buahnya kecil-kecil, tidak lebih dari kepalan tangan orang dewasa. Bila matang kulit buah berwarna kuning. Buah tersebut namanya kareka careca. Oleh warga Dieng, buah tersebut dikelola menjadi minuman segar dalam kemasan yang menjadi salah satu ciri khas oleh-oleh Dieng. Foto Dokumen Pribadi Dari jalan beraspal, sekitar 150 meter jalan menyempal berbatu harus ditempuh, untuk masuk ke kawasan Kawah Sikidang. Kawah Sikidang sendiri merupakan salah satu kawah yang ada di Dieng. Terletak di Desa Dieng Kulon, Kabupaten Banjarnegara. Masuk ke kawasan, harus membayar parkir Rp. 5000, tanpa diberikan tiket. Saat saya tiba, sudah banyak pengunjung lainnya. Beberapa bus ukuran kecil sudah nampak parkir di akan masuk ke lokasi, masing-masing orang ditarik uang Rp. tanpa diberikan tiket. Saya sempat tanya kenapa tidak diberi tiket. Oleh "petugas" yang tidak berseragam dan mereka semua lelaki tidak menjawab. Setelah kaki melangkah mendekati gapura kawasan Kawah, saya mendengar seorang perempuan yang mengeluhkan uang tanda masuk tadi yaitu Rp. " Kok beda ya, ada yang Rp. kita tadi Rp. " Begitu. 1 2 3 Lihat Travel Story Selengkapnya
legenda kawah sikidang bahasa jawa